Jumat, 06 April 2012

Iklan itu semu ......

Menarik sekali apa yang kami diskusikan tanggal 19 Maret 2011 di ruang Aula Magister Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pada sesi kedua dengan pembicara Dr. Ahmad Soleh, M.Si. Di tengah-tengah diskusi, ada salah satu peserta yang nyeletuk, kurang lebih seperti ini "Pak. Menurut saya salah satu penyebab rusaknya wawasan kebangsaan kita adalah tampilan iklan yang senantiasa melakukan pembohongan.”

Teman tadi mencontohkan bagaimana iklan mie sedap yang dalam adegannya; datanglah seorang tamu menanyakan apakah bapaknya ada di rumah untuk diajak ke pertemuan RT. Kemudian anaknya menjawab bapaknya sedang di luar. Lalu si tamu mengeluarkan pembicaraan, "Coba kalo bapak kamu ada, bapak kamu bisa menikmati mie sedap pada saat pertemuan." Mendengar ada pembicaraan tersebut, si Bapak yang sejak tadi bersembunyi, langsung keluar menghampiri tamu untuk ikut bersama-sama menyantap mie sedap......

Mendiskusikan tentang iklan, sebenarnya tema-tema iklan atau periklanan adalah bahasan dari materi komunikasi marketing atau komunikasi bisnis. Dalam sebuah iklan, adegan dan tayangan yang ada adalah kontruksi nilai yang diinginkan pemilik produk atau perusahaan yang mengeluarkan produk yang diiklankan. Kontruksi ini dibuat melalui fantasi dan imajinasi yang ada dalam tim kreatif pemasaran khususnya bagian periklanan. Jadi, kalau dikatakan iklan senantiasa melakukan pembohongan, bukan pembohongan yang ada, tapi realitas semu yang ditampilkan.

Realitas semu sebuah iklan

Jacques Ellul (1980 : 1) mengatakan bahwa kalau kita ingin menggambarkan zaman ini, maka gambaran yang terbaik untuk dijelaskan mengenai suatu realitas masyarakat adalah masyarakat dengan sistem teknologi yang baik atau masyarakat teknologi.

Untuk mencapai masyarakat teknologi, maka suatu masyarakat harus memiliki sistem teknologi yang baik (Denis Goulet, 1997 : 7). Dengan demikian fungsi teknologi menjadi kunci utama perubahan di masyarakat. Teknologi secara fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan fungsi yang substansial seperti mengatur di jalan raya, sistem komunikasi, seni pertunjukan dan sebagainya.

Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran masyarakat dengan apa yang diistilahkan dengan the ater of mind. Sebagaimana gambaran realitas dalam iklan televisi. Suatu contoh, ketika iklan sampo Clear menggunakan iklan dengan gaya seperti adegan dalam film matrik, dimana seoarang pemuda bertubuh fleksibel, maka seluruh adegan dalam iklan tersebut begitu mengagumkan pemirsa. Begitu pula ketika adegan petualangan yang menakjubkan dalam iklan rokok Wismilak dan iklan rokok Jarum Super, ataupun adegan dalam iklan rokok Beontoel Merah bahkan seperti yang tampak dalam iklan Sampo Sunsilk Extramaild yang mengagumkan. Karena adegan-adegan tersebut mampu membawa pemirsa kepada kesan dunia lain yang maha dahsyat.

Pada iklan lain, Sabun Surf misalnya, atau sabun Rinso. Gambaran mengenai kemudahan dan kekuatan produk deterjen dalam iklan, tidak selamanya dapat dibuktikan dalam dunia nyata. Pengetahuan ttu hanyalah realitas yang dibangun oleh iklan televisi dalam media televisi untuk menjelaskan betapa hebatnya sebuah produk tersebut, bahwa kalau ia membeli dan menggunakan sabun deterjen tersebut akan memudahkan pekerjaannya. Jadi realitas iklan televisi adalah realitas semu untuk membangun citra sebuah produk.

Tayangan-tayangan iklan di televisi adalah realitas semu dan bukan yang sebenarnya bahkan hanya fantasi yang menjadi imajinasi. Copywriter dan visualizer mempunyai peranan penting untuk membangun realitas media, yaitu sebuah “dunia” yang ada dalam media. Peranan inilah yang dipengaruhi oleh bentuk teknologi yang sedang berkembang, dipengaruhi oleh klien yang menginginkan sejauh mana iklan dapat menembus imajinasi khalayak yang pada akhirnya masyarakat membeli produk yang diiklankan. Artinya pemilik produk yang menentukan bagaimana iklan itu ditayangkan. Tentu saja kekuatan pulus yang bermain di sini.

Penciptaan realitas tersebut menggunakan satu model produksi yang oleh Baudrillard (Piliang, 1998 : 228) disebutnya dengan simulasi, yaitu penciptaan model-model nyata tanpa asal usul atau realitas awal. Dalam hal ini manusia di jebak di dalam satu ruang, yang disasarinya sebagaimana nyata, meskipun semu, maya dan khayalan belaka.

Pertanyaan yang harus kita ajukan dalam iklan-iklan yang ada di Indonesia ini adalah, adakah iklan yang mendidik? Tentu ada, misalnya iklan pasta gigi.  Namun, saran yang ingin saya ajukan adalah, buatlah iklan yang tidak semu, artinya iklan yang nyata dan sebenarnya, karena membuat iklan semu sama artinya membuat kebohongan. Kebohongan artinya dosa.........(dalam catatan kuliah magister) Fajri al-Bankulani

1 komentar:

  1. Ijin silaturahim ke Blog Ruhul Jadi!
    mampir juga ya ke Blognya SD Islam Nida El Adabi Parungpanjang:
    http://sdinidaeladabi.blogspot.com
    atau ke Blog Pribadinya saya:
    http://tenjocity.wordpress.com
    http://mulyaditenjo.16mb.com

    BalasHapus